Minggu, 03 Oktober 2021

SEJARAH DESA WOTAN DAN DESA KARANGROWO

 Sepeninggalnya Sultan Trenggana, Kerajaan Pajang dipimpin oleh Sunan Prawoto. Pada saat itu terjadi sebuah pembunuhan Raja Pajang yang dilakukan oleh Arya Penangsang, karena ia merasa lebih pantas untuk menggantikan Sultan Trenggana dibandingkan Sunan Prawoto.

Setelah berhasil membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang tidak serta merta diangkat menjadi Raja Kerajaan Pajang. Tahta Kerjaan waktu, justru jajtuh ditangan Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir, yang merupakan menantu dari Sultan Trenggana. Penobatan Sultan Hadiwijaya sebagai Raja karena istrinya Ratu Kalinyamat merupakan anak pertama dari Sultan Trenggana.


Melihat Hadiwijaya diangkat menjadi Raja Kerjaan Pajang. Arya Penagsang kemudian menuntut haknya sebagai Raja Kerajaan Pajang, dengan menyusun strategi untuk membunuh Hadiwijaya dan melakukan sejumlah perlawanan kepada Kerajaan Pajang. Kemudian Sultan Hadiwijaya melakukan sebuah sayembara untuk membunuh Arya Penangsang. Dalam sayembara tersebut, ia akan menghadiahkan tanah mentarok.

“Sayembara tersebut akhirnya dimenangkan oleh Ki Ageng Pamanahan. Setelah berhasil mengalahkan Arya Penangsang dan memindahkan pusat Kerajaannya dari Demak ke Pajang. Sultan Hadiwijoyo memenuhi janjinya dengan memberikan tanah mentarok kepada Ki Ageng Pamanahan” ungkapnya.

Karena tanah tersebut masih berupa hutan belantara, Ki Ageng pamanahan harus bekerja ekstra melakukan babat alas di daerah tersebut. Bersama Sang Putra, Danang Sutowijoyo, mereka lakukan babat alas dan membangun pemukiman, hingga terbentuklah sebuah daerah yang bernama Mataram. Oleh Sultan Hadiwijaya, Ki Ageng Pamanahan diangkat sebagai Adipati Mataram, yang merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajang. Setelah Ki Ageng Pamanahan wafat, tapuk pemerintahan Mataram dilimpahkan kepada Danang Sutowijoyo selaku anaknya.

“Di tangan Danang Sutowijoyo, mataram berkembang pesat dan berhasil menguasai daerah disekitarnya. Kemajuan mataram ini, sebagian petinggi Kerajaan Pajang menganggap Danang Sutowijoyo mangkir dari Kerajaan Pajang dan dicurigai membangun sebuah kerajaan baru. Untuk mengetahui hal tersebut, Sultan Hadiwijaya menyuruh Ki Ageng Gedhe Wotan ke Kudus dan Ki Ageng Semampir ke Pati untuk menyelidiki mataram” katanya.

Perjalanan untuk mengintai mataram di mulai, dengan membawa keluarganya mereka menjalankan misi tersebut. “Dari sini perjalanan Mbah Buyut Sipah atau Raden Syifauddin atau Ki Ageng Gedhe Wotan dan keluarganya dimulai. Menuju Kudus, ia dan keluarganya menaiki sebuah getek menyusuri Selat Muria. Namun nasib naas menimpa mereka, tepatnya di daerah Prawoto, mereka terpisah,” ungkap Heri.

Ki Ageng Gedhe Wotan dan anaknya harus terpisah dengan Sang Istri. Meskipun demikian, mereka tetap melanjutkan perjalanan tersebut. Ditengat perjalanan, anak Ki Ageng Gedhe Wotan digoda oleh demit, karena ketakutan anak tersebut menangis keras. Ki Ageng Gedhe Wotan lalu menenangkannya dengan membacakan doa-doa. Setelah anakanya berhenti mengis, dirinya mensabda jika nantinya daerah tersebut diberi nama Banglong Gadangan.

Ki Ageng Gedhe Wotan dan anaknya lantas meneruskan perjalanan ke Selatan. Lama dan jauhnya perjalanan membuat anaknya lapar. Di tepikan geteknya dan dibuatkannya sebuah makanan untuk Sang Anak. Karena makanan tersebut dimasak menggunakan kereweng (peralatan masak dari tanah liat -red), maka daerah tersebut diberi nama Banglong Kreweng.

Dilanjutnya perjalanan tersebut hingga sampai pada sebuah daerah yang sempit hingga menyebabkan geteknya tidak dapat melaju lantaran tercepit oleh rapatnya pepohonan. Daerah tersebut kemudian diberi nama Banglong Cepit. Lalu ia dan anaknya putuskan untuk berjalan menyusuri sebuah rawa dan menghantarkan mereka pada sebuah daerah yang bernama Wonosari (nama sebelum karangrowo -red).

Di sana ia melihat banyak sekali burung betet yang bertengger di pepohonan, sehingga daerah tersebut diberi nama Betetan. Akhirnya di sana ia dan anaknya memutuskan untuk bermukim. Suatu ketika di daerah Betetan terjadi sebuah pagebluk (wabah penyakit yang menyebabkan banyak orang meninggal dalam waktu singkat -red).

Akan tetapi dengan kehendak Tuhan, Ki Ageng Gedhe Wotan dan anaknya berhasil selamat. Setelah itu, mereka memutuskan untuk berpidah ke sebelah utara dekat dengan sungai. Dari sanalah berkembang keturunan Ki Ageng Gedhe Wotan hingga menjelma sebagai sebuah Desa yang diberi nama Karangrowo.

“Nama Karangrowo diambil dari kata Karang yang berarti tempat dan Rowo yang berarti rawa. Nama ini dipilih lantaran pada zaman itu daerah ini berupa rawa yang membentang luas,” pungkasnya.

Rangkaian acara terus berlanjut dengan kirab tombak peninggalan Mbah Buyut Sipah dan gunungan hasil bumi, berkeliling kampung pada Kamis (28-09-2018). Lalu acara dilanjutkan dengan pengajian umum pada malam harinya.

Dengan adanya rangkaian acara ini, dirinya berharap masyarakat Karangrowo tidak melupakan leluhurnya. Selain itu, kegiatan ini diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan dan kesatuan di masyarakat. (YM/YM)

Rabu, 03 Oktober 2012

SYECH JANGKUNG (SARIDEN)

siapa itu SARIDIN .. .. . ..
CIKAL BAKAL " Lulang
Kebo Landoh "
Saat era Walisongo , di suatu daerah di
pesisir utara pulau Jawa, tepatnya di
daerah Pati , tersebutlah seorang
pemuda desa yang lugu dan
bersahaja , bernama Saridin.
Nama Saridin mungkin tidak begitu
tenar secara nasional , tapi sudah
melegenda secara regional . Region itu
adalah wilayah Demak Kudus Pati
Juwono Rembang, atau yang sering
dilafadzkan sebagai Anak
Wedus Mati Ketiban
Pedang .
Saridin seorang sakti , namun lugunya
tidak ketulungan, sehingga (seakan )
tidak menyadari kesaktiannya .
dia disebut- sebut putra salah seorang
Wali Sanga, yaitu Sunan Muria
dari istri bernama Dewi
Samaran .
Siapa wanita itu dan mengapa
seorang bayi laki- laki bernama Saridin
harus dilarung ke kali ? Konon cerita
tutur tinular itulah yang akhirnya
menjadi pakem dan diangkat dalam
cerita terpopuler grup ketoprak di
Pati , Sri Kencono .
Cerita babad itu menyebutkan , bayi
tersebut memang bukan darah
daging Sang Sunan dengan istrinya
yaitu Dewi Samaran .
Terlepas sejauh mana kebenaran
cerita itu, dalam waktu perjalanan
cukup panjang muncul tokoh
Branjung di Desa Miyono yang
menyelamatkan dan merawat bayi
Saridin hingga beranjak dewasa dan
mengakuinya sebagai saudaranya .
Cerita pun merebak . Ketika masa
mudanya, Saridin memang suka
hidup mblayang ( berpetualang)
sampai bertemu dengan Syeh Malaya
yang dia akui sebagai guru sejati .
Syech Malaya itu tak lain adalah
Sunan Kalijaga. Kembali ke Miyono,
Saridin disebutkan telah menikah
dengan seorang wanita yang hingga
sekarang masyarakat lebih mengenal
sebutan ” Mbokne ( ibunya) Momok”
dan dari hasil perkawinan tersebut
lahir seorang anak laki- laki yang diberi
nama Momok.
Sampai pada suatu ketika antara
Saridin dan Branjung harus bagi waris
atas satu- satunya pohon durian yang
tumbuh dan sedang berbuah lebat.
Bagi waris tersebut menghasilkan
kesepakatan , Saridin berhak
mendapatkan buah durian yang jatuh
pada malam hari, dan Branjung dapat
buah durian yang jatuh pada siang
hari.
Kiasan
Semua itu jika dicermati hanyalah
sebuah kiasan karena cerita tutur
tinular itu pun melebar pada satu
muara tentang ketidak jujuran
Branjung terhadap ibunya Momok.
Sebab , pada suatu malam Saridin
memergoki sosok bayangan seekor
macan sedang makan durian yang
jatuh .
Dengan sigap , sosok bayangan itu
berhasil dilumpuhkan menggunakan
tombak. Akan tetapi, setelah tubuh
binatang buas itu tergolek dalam
keadaan tak bernyawa, berubah
wujud menjadi sosok tubuh
seseorang yang tak lain adalah
Branjung .
Untuk menghindari cerita tutur tinular
agar tidak vulgar, yang disebut pohon
durian satu batang atau duren sauwit
yang menjadi nama salah satu desa di
Kecamatan Kayen, Durensawit,
sebenarnya adalah ibunya Momok,
tetapi oleh Branjung justru dijahili .
Terbunuhnya Branjung membuat
Saridin berurusan dengan penguasa
Kadipaten Pati . Adipati Pati waktu itu
adalah Wasis Joyo Kusumo yang
harus memberlakukan penegakan
hukum dengan keputusan
menghukum Saridin karena
dinyatakan terbukti bersalah telah
membunuh Branjung .
Saat ditanya oleh petugas, Saridin
mengaku tidak membunuh kakaknya ,
melainkan membunuh harimau yang
mencuri duriannya . Meskipun jika
pakaian harimau dibuka, Saridin tau
bahwa itu kakak iparnya.
Kalo secara hukum , Saridin tidak
bersalah , karena membela miliknya,
dan tidak menyadari kalo harimau itu
adalah kakaknya .
Namun demikian,
Saridin tetap harus
dipenjara .
Untuk memasukkan ke penjara bukan
hal mudah , karena Saridin ngotot
tidak bersalah . Akhirnya Adipati
Jayakusuma , pemimpin pengadilan,
menggunakan kalimat lain , bahwa
Saridin tidak dipenjara, melainkan
diberi hadiah sebuah rumah besar,
diberi banyak penjaga, makan
disediakan , mandi diantarkan.
Akhirnya Saridin bersedia .
Sebelum dipenjara , Saridin bertanya
apakah boleh pulang kalo kangen
anak dan istrinya . Petugas menjawab:
" boleh, asal bisa" . Dan terbukti
beberapa kali Saridin bisa pulang,
keluar dari penjara di malam hari dan
kembali lagi esok harinya.
Karena Adipati jengkel, Saridin dikenai
hukuman gantung. Tapi saat
digantung para petugas tidak mampu
menarik talinya karena terlalu berat.
Saridin menawarkan ikut membantu,
dijawab oleh Adipati: "boleh , asal
bisa ". Dan karena ijin itu Saridin lepas
dari talinya, lalu ikut menarik tali
gantungan .
Adipati semakin murka , dan
menyuruh membunuh Saridin saat itu
juga . Sebuah tindakan putus asa
seorang penguasa. Saridin melarikan
diri sampai ke Kudus , yang lalu
berguru pada Sunan Kudus. Di sini
Saridin tidak berhenti menunjukkan
kesaktiannya , malah semakin
menonjol .
Saat disuruh bersyahadat oleh Sunan
Kudus , para santri lain memandang
remeh pada Saridin , apa mungkin
Saridin bisa mengucapkannya dengan
benar .
Tapi yang terjadi sungguh di luar
dugaan semua orang. Saridin justru
lari , memanjat pohon kelapa yang
sangat tinggi , dan tanpa ragu terjun
dari atasnya. Sampai di tanah, dia
tidak apa- apa. Semua pada heran
pada apa yang terjadi.
Sunan Kudus menjelaskan , bahwa
Saridin bukan cuma mengucapkan
syahadat , tapi seluruh dirinya
bersyahadat , menyerahkan seluruh
keselamatan dirinya pada kekuasaan
tertinggi . Kalo sekedar mengucapkan
kalimat syahadat, anak kecil juga bisa.
" ITULAH KEDAHYATAN 2
KALIMAT SYAHADAT "
Namun Saridin masih tetap
dilecehkan oleh para santri. Saat ada
kegiatan mengisi bak air untuk wudlu,
Saridin bukannya diberi ember , malah
diberi keranjang. Tapi dengan
keranjang itu pula Saridin bisa mengisi
penuh bak air.
Saat Saridin mengatakan bahwa
semua air ada ikannya, tidak ada yang
percaya . Akhirnya dibuktikan , mulai
dari comberan, air kendi sampai air
kelapa , ketika semua ditunjukkan di
depan Saridin , semua ada ikannya.
Karena kesombongannya itu
akhirnya Saridin diusir keluar
dari Kudus.
Sunan Kudus pun meminta Saridin
meninggalkan perguruan Kudus dan
tak boleh lagi menginjakkan kaki di
bumi Kudus. Vonis itu membuat
Saridin kembali berulah. Dia unjuk
kebolehan .
Tak tanggung-tanggung, dia masuk ke
lubang WC dan berdiam diri di atas
tumpukan tinja . Pagi- pagi ketika ada
seorang wanita di lingkungan
perguruan buang hajat , Saridin
berulah . Dia memainkan bunga kantil ,
yang dia bawa masuk ke lubang WC ,
ke bagian paling pribadi wanita itu.
Karena terkejut, perempuan itu
menjerit . Jeritan itu hingga
menggegerkan perguruan. Setelah
sumber permasalahan dicari , ternyata
itu ulah Saridin . Begitu keluar dari
lubang WC , dia dikeroyok para santri
yang tak menyukainya. Dia berupaya
menyelamatkan diri . Namun para
santri menguber ke mana pun dia
bersembunyi.
Singkat cerita , Saridin yang ternyata
murid dari Sunan Kalijaga ini bertemu
lagi dengan gurunya. Saridin
diperintahkan untuk bertapa di lautan ,
dengan hanya dibekali 2 buah kelapa
sebagai pelampung. Tidak boleh
makan kalo tidak ada makanan yang
datang , dan tidak boleh minum kalo
tidak ada air yang turun.
makam Syeh Jangkung yang saat ini
masih dikunjungi para peziarah
Pada akhirnya , Saridin dikenal sebagai
Syeh Jangkung, yang tinggal di desa
Landoh, Kajen Pati .
Ada yang pernah dengar tentang
" Lulang Kebo Landoh" .... ..dari sini
cerita itu muncul.
Dalam cerita tutur - tinular disebutkan ,
setelah berhari -hari bertapa di laut
dan hanyut terbawa ombak akhirnya
dia terdampar di Palembang. Cerita
tidak berhenti di situ . Karena , dalam
petualangan berikutnya , Saridin
disebut- sebut sampai ke Timur
Tengah.
Lulang Kebo Landoh
Tak Tembus Senjata
ATAS jasanya menumpas agul -agul
siluman Alas Roban , Saridin
mendapat hadiah dari penguasa
Mataram , Sultan Agung, untuk
mempersunting kakak
perempuannya , Retno Jinoli.
Akan tetapi, wanita itu menyandang
derita sebagai bahu lawean .
Maksudnya, lelaki yang menjadikannya
sebagai istri setelah berhubungan
badan pasti meninggal .
Dia harus berhadapan dengan
siluman ular Alas Roban yang
merasuk ke dalam diri Retno Jinoli .
Wanita trah Keraton Mataram itu
resmi menjadi istri sah Saridin dan
diboyong ke Miyono berkumpul
dengan ibunya, Momok.
Saridin membuka perguruan di
Miyono yang dalam waktu relatif
singkat tersebar luas sampai di Kudus
dan sekitarnya. Kendati demikian ,
Saridin bersama anak lelakinya ,
Momok, beserta murid -muridnya,
tetap bercocok tanam.
Sebagai tenaga bantu untuk
membajak sawah , Momok minta
dibelikan seekor kerbau milik seorang
warga Dukuh Landoh. Meski kerbau
itu boleh dibilang tidak lagi muda
umurnya , tenaganya sangat
diperlukan sehingga hampir tak
pernah berhenti dipekerjakan di
sawah .
Mungkin karena terlalu diforsir
tenaganya , suatu hari kerbau itu jatuh
tersungkur dan orang- orang yang
melihatnya menganggap hewan
piaraan itu sudah mati . Namun saat
dirawat Saridin, kerbau itu bugar
kembali seperti sedia kala.
Membagi Ruh dan Kesaktian
kedalam Ruh dan Nyawa
kerbau dari desa Landoh .
Dalam peristiwa tersebut , masalah
bangkit dan tegarnya kembali kerbau
Landoh yang sudah mati itu konon
karena Saridin telah memberikan
sebagian umurnya kepada binatang
tersebut . Dengan demikian , bila suatu
saat Saridin yang bergelar Syeh
Jangkung meninggal, kerbau itu juga
mati .
Hingga usia Saridin uzur , kerbau itu
masih tetap kuat untuk membajak di
sawah . Ketika Syeh Jangkung dipanggil
menghadap Yang Kuasa , kerbau
tersebut harus disembelih . Yang
aneh , meski sudah dapat dirobohkan
dan pisau tajam digunakan
menggorok lehernya , ternyata tidak
mempan .
Bahkan, kerbau itu bisa kembali
berdiri . Kejadian aneh itu membuat
Momok memberikan senjata
peninggalan Branjung . Dengan
senjata itu, leher kerbau itu bisa
dipotong , kemudian dagingnya
diberikan kepada para pelayat .
Kebiasan membagi-bagi daging
kerbau kepada para pelayat untuk
daerah Pati selatan , termasuk Kayen,
dan sekitarnya hingga 1970 memang
masih terjadi. Lama -kelamaan
kebiasaan keluarga orang yang
meninggal dengan menyembelih
kerbau hilang .
Kembali ke kerbau Landoh yang telah
disembelih saat Syeh Jangkung
meninggal . Lulang (kulit) binatang itu
dibagi -bagikan pula kepada warga.
Entah siapa yang mulai meyakini , kulit
kerbau itu tidak dimasak tapi disimpan
sebagai piandel.
Barangsiapa memiliki lulang kerbau
Landoh, konon orang tersebut tidak
mempan dibacok senjata tajam. Jika
kulit kerbau itu masih lengkap dengan
bulunya . Keyakinan itu barangkali
timbul bermula ketika kerbau Landoh
disembelih , ternyata tidak bisa putus
lehernya
Lulang ( kulit) kerbau tersebut diyakini
memiliki kekuatan magis . Barang
siapa membawanya, maka tidak akan
mempan senjata . Sampai saat ini para
kolektor benda antik masih banyak
yang memburu kulit ini, yang
bernama Lulang Kebo
Landoh .
Terlepas dari kisah mistis yang terjadi,
satu hal yang dapat aku tarik dari
kisah Saridin , keluguan justru
menghasilkan pandangan yang tulus
dan murni. Tidak seperti Adipati
Jayakusuma dan Sunan Kudus , yang
setiap keputusannya dibarengi
dengan banyak kepentingan .

part 1
part 2

part 3

part 4

part 5

part 6

part 7

part 8

part 9

part 10

part 11

part 12

part 13


part 14

part 15

part 16

part 17

part 18

part 19

part 20

part 21

part 22

part 23

part 24

part 25

part 26

part 27

part 28

part 29







BERDIRINYA DESA SUKOLILO PATI

ASAL MULANE DESA SUKOLILO
Jeneng desa Sukolilo kecamatan
Sukolilo Kabupaten Pati, ana
gegayutane karo legenda Ki Ageng
Giring lan Ki Ageng Pemanahan.
Ceritane nalika kuwi Ki Ageng
Pemanahan lagi goleki kakang
seperguruane yaiku Ki Ageng Giring
sing manggon ana ing Dukuh
Garengan Wonokusuma. Nanging
dina iku Ki Ageng Pemanahan kurang
beja, merga Ki Ageng Pemanahan ora
langsung ketemu karo Ki Ageng Giring
ning omahe merga nembe wae macul
ning tegalan. Nalika kuwi Ki Ageng
Pemanahan ditemoni karo Nyai Ageng
Giring.
Nyai Ageng Giring gumun merga wis
suwe ora pethuk karo Ki Ageng
Pemanahan, dhewekke sok-sok ora
percaya, kok kadingaren Ki Ageng
Pemanahan dolan nyang omahe.
Ki Ageng Pemanahan uwis suwe ra
ketemu, merga kuwi dhewekke ora
bakal bali yen durung pethuk karo
kakang seperguruane.
Ndilalah dina kuwi Nyai Ageng ora
duwe opo-opo kanggo sugatan,
dhewekke kelingan yen isih duweni
degan siji ning pawone, degan mau
banjur dijipuk lan diwenehna Ki Ageng
Pemanahan, merga saking ngelakke Ki
Ageng gelem nrima degan mau
banjur diombe.
Let sedela Ki Ageng teka saka tegalan,
raine katon abang mbranang merga
ngerti yen degane diombe adhi
seperguruane. Dhewekke nesu
marang Nyai Ageng. Nyai Ageng
banjur sujud njaluk ngapura merga
klalen apa sing wis dipesenke Ki Ageng
Giring yen degan kuwi mau ora oleh
diombe sapa-sapa.
Ki Ageng pemanahan golek akal piye
bisane amarah Ki Ageng Giring suda
merga perkara degan sing wis
kebanjur diombe. Ki Ageng Pemanhan
krasa salah banget lan njaluk ngapura
karo Ki Ageng Giring merga wis wani-
wani ngombe degan mau.
Sawise amarahe Ki Ageng suda, Ki
Ageng Paemanahan pamitan arep bali
lan nalika kuwi dhewekke diterke Ki
Ageng Giring nganti tekan Talang
Tumenggung merga Ki Ageng Giring
mung bisa ngaterke mnganti tekan
kono.
Sedurunge pisah karo kakang
seperguruane Ki Ageng Pemanahan
njaluk ngapura yen ana tingkahe sing
bisa gawe lara ati Ki Ageng Giring,
kabeh lelakon sing wis kebanjur
kedaden magepokan karo degan sing
wis diombe banyune, dhewekke ya
ora ngerti, sak “sukolilone ” Ki Ageng
Giring dhewekke njaluk ngapura
marang Ki Ageng Giring.
Lokasi Talang Tumenggung kuwi dadi
saksi pangucape Ki Ageng Giring lan Ki
Ageng Pemanahan saenggo tembung
sukolilo pungkasane dadi jeneng
kademangan Sukolilo, lan saya suwe
merga anane perkembangan, jeneng
Kademangan diganti dadi
Pemerintahan desa sing diwenehi
jeneng desa Sukolilo nganti seprene.

Senin, 13 Februari 2012

ASAL USUL KABUPATEN PATI (YUYU RUMPUNG KRODHA)



 

   Pada suatu wilayah terdapatlah Kadipaten Paranggaruda punya hajat mengawinkan putera satu-satunya yang bernama R. Jaseri atau lebih terkenal dengan sebutan Menak Jasari dengan putri Adipati Carangsoko bernama Dewi Ruyung Wulan. Menak Jasari adalah pemuda yang fisiknya cacat, dan berwajah jelek. Hingga membuat Dewi Ruyung Wulan menolak untuk didekatinya. Namun karena paksaan orang tua maka mau tidak mau Dewi Ruyung Wulan harus menerima R. Jaseri sebagai suaminya.
Pesta perkawinan telah berlangsung, Dewi Ruyung Wulan yang sedang bersedih, ia meminta pestanya harus diadakan pagelaran wayang yang dimeriahkan wayang purwo (wayang kulit) dengan dalang Ki Soponyono yang sangat terkenal sebagai dalang yang mampu membawakan beberapa karakter tokoh yang ada dalam cerita Mahabarata dan Ramayana sehingga banyak penonton yang terbius seolah cerita itu hidup.
Dalang Sapanyono kebingungan atas permintaan yang diajukan oleh Dewi Ruyung Wulan, namun Hal ini hanyalah merupakan taktik dari Dewi untuk mengulur-ulur pernikahan. Dan agar pernikahan ini dapat diggagalkan sebab sebetulnya ia tidak mencintai R. Jasari calon suaminnya. Pernikhan yang tidak dilandasi cinta akan menyakitkan dan dapat melemahkan semangat untuk hidup berumah tangga.
Ia berpesan kepada Dalang Saponyono untuk mencari cerita pewayangan yang mirip dengan cerita kisah sedihnya. Biar semua orang tahu rintihan hati Dewi Ruyung Wulan.
Dalang Saponyono menjalankan tugas sebisanya. Karena merasa tertantang untuk membawakan cerita wayang yang tidak sewajarnya, sebab lakon wayang yang biasa dibawakan dalam acara pernikahan adalah wayang yang alur ceritanya berakhir dengan kebahagiaan, namun kali ini dalang Sapanyono harus membawakan wayang dengan cerita yang berakhir sedih. Hal ini pasti mendapat protes sama penonton. Namun Bagaimanapun juga Dalang Soponyono harus memantaskan sebab Dewi Ruyung Wulan tidak mau duduk di singgasana pengantin kalau permintaannya tidak dituruti. Akhirnya dalang Soponyono menuruti permintaan Dewi Ruyung Wulan, Ia ditemani oleh dua orang adiknya yang cantik-cantik bernama Ambarsari dan Ambarwati yang bertindak sebagai waranggano Swarawati
R. Jaseri hatinya berbunga-bunga dapat bersanding dengan Dewi Ruyung Wulan di pelaminan. Air liur R. Jaseri selalu menentes bila melihat kecantikannya. Tangannya mulai nakal mencolak-colek pipi Dewi Ruyung Wulan. Sehingga membuatnya tidak nyaman. Tengah asyik-asyiknya pagelaran berlangsung, terjadilah keributan yang ditimbulkan Dewi Rayung Wulan. Ia lari dari pelaminan dan menjatuhkan diri di atas pangkauan Dalang Saponyono, Dewi Ruyung Wulan telah hanyut dalam cerita Pewayangan, ia terpesonan dan jatuh cinta kepada dalang Soponyono yang wajahnya lebih tampan dan pandai memainkan cerita wayang daripada Raden Jaseri yang selalu mengumbar nafsu birahinya.
“bawa aku lari kakang Soponyono, kalau tidak lebih baik aku mati saja!”
Hal ini tentu saja mengejutkan semua tamu yang hadir terutama orang tua kedua mempelai. Ki Dalang sendiri juga terkejut dan takut, maka Ki Dalang mengeluarkan kesaktiannya, untuk memadamkan semua lampu yang berada di Kadipaten Carangsoko.
Keadaan yang gelap gulita itu, membuat panik yang hadir dalam perjamuan tersebut, kesempatan ini dimanfaatkan Ki Saponyono melarikan diri diikuti oleh kedua adiknya dan Dewi Ruyung Wulan.
Sang Adipati Carangsoko Puspo Handung Joyo sangat marah sekali. Ia memanggil Patihnya Singopadu untuk segera mengatasi keadaan ini.
“Cepat perintahkan prajurit untuk menyalakan lampunya” para prajurit bergegas menyalakan lampunya.
Setelah lampu menyala, Raden Jaseri bergulung-gulung dilantai karena calon istrinya raib bersama Dalang Soponyono.
Adipati Paranggarudo memerintahkan patihnya Singopadu untuk segera mepersiapkan prajurit, mengejar Dalang Soponyono dan Dewi Ruyung Wulan.
Prajurit menyebar ke seluruh desa, memasuki rumah-rumah dengan tidak sopan santun dan kasar, Rakyat Carangsoko menjadi ketakutan, mereka berlari berhamburan menyelamatkan diri. Prajurit menggeledah semua rumah penduduk barangkali mereka bersembunyi di dalam rumah penduduk dan barang siapa berani melindungnya akan dihukum. Hal ini membuat Adipati Puspo Handung Joyo kurang senang, yang dicari burunan Dalang Soponyono bukan rumah rakyat yang dirusak. Adipati Paranggarudo tidak mau peduli, yang penting adalah Soponyono harus ketangkap mati atau hidup. Karena telah menghina kewibawaan Adipati Paranggarudo.
Ki Soponyono dan Dewi Ruyung Wulan yang disertai adik-adiknya berlari terus menuju hutan, mereka berjalan mengikuti alur sungai. Ki Soponyono juga mengadakan perlawanan kepada para pengejar walaupun sia-sia, karena tidak seimbang jumlah pengejar dan yang dikejar. Keluar hutan masuk hutan, Dewi Ruyung Wulan menanggalkan pakaian kebesaran, kemudian dia menukarkan dengan baju penduduk setempat, mereka menyamar menjadi penduduk desa, agar tidak menjadi perhatian penduduk.
Sampailah mereka di Dukuh Bantengan (Trangkil) wilayah Panewon Majasemi. Panasnya Terik Matahari di siang hari membuat keempat orang tersebut kehausan. Musim kemarau yang panjang membuat mata air kering sehingga amat berharganya air. Mereka terus berjalan untuk mendapatkan seteguk air. Mereka duduk di bawah pohon besar yang kering, setelah berlari tanpa berhenti merupakan siksaan terlebih bagi ketiga orang putri terutama dewi Rayungwulan yang tidak pernah bekerja berat dan berjalan jauh. Rasa haus bagi ketiga putri tersebut sudah tak terhankan lagi, untuk meneruskan perjalanannya sudah tidak mungkinkan lagi.
Karena hausnya mereka berlari mengejar daratan yang penuh dengan sumber air setelah didekati ternyata hanya sebuah fatamorgana. Mereka berjalan tertatih-tatih, sampailah mereka disebuah sawah yang sunyi tidak ada sumurnya, dan sungai disekitarnya sudah kering karena kemarau panjang itu. Melihat hal itu Ki Sapanyono sangat bingung hatinya karena akan meminta air pada penduduk tidak berani, takut bertemu pengejarnya. Maka jalan satu-satunya adalah mencuri semangka atau mentimun yang ada di sawah tersebut.
Mereka tidak menyadari bahwa semua bergerak-geraknya diawasi dari jauh oleh pemilik sawah yaitu adik dari Panewu Sukmoyono yang bernama Raden Kembangjoyo. Berdasarkan laporan penduduk bahwa sawahnya sering dirusak oleh binatang2 seperti kerbau, kancil. Namun kali ini Kembangjoyo kaget ternyata yang selama ini yang merusak tanamannya bukan binatang tapi manusia. Kembangjoyo memerintahkan anak buahnya untuk mengepung sawah tersebut.
“Ternyata selama ini yang merusak tanaman-tanaman kami adalah kamu! Ya maling! Tangkap” terjadilah perang antara Ki Soponyono dengan anak buahnya Kembang Joyo, mereka semua dapat dilumpuhkan oleh Soponyono. Akhirnya Kembang Joyo turun tangan mereka berdua bertarung ditengah sawah. Dari kejauhan tiga putri itu bersembunyi menyaksikan pertarungan tersebut, karena dianggap pasukan Paranggarudo. Namun tanpa daya Ki Sopanyono melawan R. Kembangjoyo, karena Kembang Joyo lebih sakti dari Ki Soponyono.
Ki Soponyono ditlikung kakinya, kemudian tangannya diikat dengan tali dadung.
“Saya mencuri karena terpaksa Ndoro”
“Yang namanya maling juga terpaksa semua”
Sejurus dengan itu keluarlah Dewi Ruyung Wulan beserta kedua adik Dalang Soponyono.
“lepaskan kakang Soponyono, yang kamu buru aku kan, aku boleh kamu bawa asalkan Kakang Soponyono dilepaskan dahulu” Dewi Ruyung Wulan mengira bahwa yang menangkap Dalang Soponyono adalah Pasukan Paranggarudo. Kembang Joyo menjadi heran ternyata maling yang ditangkapnya membawa tiga orang gadis yang cantik-cantik. Namun karena Kembang Joyo hanya ditugaskan untuk menjaga sawah milik kakaknya, makanya ia tetap merangket keempat orang tersebut.
Mereka berempat menjadi tawanan R. Kembang Joyo, kemudian mereka dihadapkan kepada Penewu Sukmoyono untuk diminta penjelasannnya. Ki Soponyono memerkenalkan satu persatu kawan-kawannya. Selanjutnya ia menceritakan semua kejadian-kejadian yang telah dialami, mengapa mereka sampai di dikejar-kejar pasukan Parang Garudo, mereka terpaksa mencuri semangka dan mentimun milik Raden KembangJoyo, karena kehausan dan lapar. Mendengar penuturan Ki Soponyono tersebut Penewu Sukmayono merasa kasihan dan tidak sampai hati untuk menjatuhi hukuman. Penewu Sukmayono bersedia menampung dan melindungi mereka.
“Tinggal disini semaumu, masalah Paranggarudo biar kami yang akan menghadapinya.” Sukmoyono mempersilahkan Dalang Soponyono, dan ketiga putri untuk beristirahat dahulu.
Sebagai rasa terima kasih yang tak terhingga atas segala kebaikan Sukmoyono, Ki Saponyono mempersembahkan kedua adiknya kepada Sang Penewu untuk dijadikan hambanya. Persembahan tersebut diterima dengan senang hati. Akhirnya Ambarsari diperistri oleh Penewu sebagai selir, sedangkan Ambarwati diberikan kepada R. kembang Joyo untuk dijadikan istrinya. Sedangkan Dewi Ruyung Wulan akan dikembalikan kepada bapaknya Adipati Carang Soko, Puspo Handung Joyo.
Yuyu Rumpung pembesar dari Kemaguhan yang juga merupakan anak buah Paranggarudo tahu kalau keris Rambut Pinutung dengan Kuluk Kanigoro adalah pusaka hebat yang dimiliki Sukmoyono. Yuyu Rumpung memerintahkan anak buahnya. Yang bernama Sondong Majeruk untuk mengambil kedua pusaka tersebut. Akan tetapi sebelum dapat diserahkan kepada Yuyu Rumpung sudah dapat diketahu Sondong Makerti sehingga terjadi pertempuran, Sondong Majeruk kelehan kehabisan tenaga hingga mau mati, keris Rambut Pinutung yang dibawa Sondong Makerti berhasil menusuk perut Sondong Majeruk hingga tewas. Selamatlah keris Rambut Pinutung tidak bisa dibawa oleh Sondong Majeruk. Yuyu Rumpung murka kemudian memerintahkan segera menyerbu Majasemi bergabung dengan Pasukan Yudhopati dengan patih Singopati.
Sementera itu para prajurit Parang Garudo masih saja melakukan pengejaran dan penggeledahan di rumah-rumah penduduk. Sampailah mereka di Majasemi. Betapa marahnya Adipati Yudhopati ketika mendapat laporan bahwa buronan Dalang Soponyono, Dewi Ruyung Wulan bersama kedua adik Soponyono berada Di Majasemi mereka dilindungi oleh Penewu Sukmayono.
Maka terjadilah pertempuran yang sangat seru banyak korban yang berjatuhan, juga Ki Penewu Sukmoyono gugur dalam pertempuran itu. Mendengar Penewu Sukmayono gugur, Raden Kembangjoyo mengamuk dengan memegang keris Rambut Pinutung dengan kuluk Kanigoro menghancurkan Pasukan Paranggarudo. Mereka dibantu oleh pasukan Carangsoko, pertempuran dahsyat antara Patih Singopati dengan Patih Singopadu, memporsir energi sehingga keduanya gugur di medan laga. Pertempuran di Majasemi berakhir dengan membawa banyak korban.
Ki Saponyono mengantarkan Dewi Ruyung Wulan bersama-sama dengan Raden Kembangjoyo. Sebagai ucapan terima kasih, Dewi Ruyung Wulan diberikan kepada Raden Kembang Joyo untuk dijadikan istrinya, karena Kembang Joyo berhasil mengalahkan Yudho Pati adipati Paranggarudo kemudian ia menetap di Carangsoko menggantikan Puspo Handung Joyo sebagai pemimpin Kadipaten. Ia juga diangkat menjadi Adipati setelah menggabungkan tiga kadipaten yaitu Paranggarudo, Carangsoko dan Majasemi menjadi satu kadipaten Pati
Peleburan itu telah menciptakan kerukunan dari tiga kadipaten yang bertikai, untuk lebih memantapkan dalam memimpin kadipaten, ia mengajak Dalang Soponyono untuk memperluas wilayah kekuasaannya, dan mencari lokasi yang baik sebagai pusat pemerintahan, raden Kembangjaya dan Raden Sopanyono menuju hutan Kemiri, dan segeralah hutan tersebut dibabat untuk Kadipaten/pusat pemerintahan.
Alas (Hutan) Kemiri dihuni oleh beberapa binatang Singa, Gajah dan binatang buas lainnya, selain itu juga dihuni oleh kerajaan siluman, Kembang Joyo dan Dalang Soponyono bahu membahu melawan kerajaan Siluman tersebut. Akhirnya dengan kesaktian Kembang Joyo pemimpin Siluman menyerah. Untuk menangkal makhluk-makluk halus Dalang Sopoyono selamatan dengan memainkan wayang di hutan Kemiri. Sirnalah pemimpin Siluman beserta anak buahnya lari dari hutan kemiri.
Esok harinya Kembang Joyo dan Dalang Soponyono beserta parajurit Carangsoko melanjutkan pekerjaannya membuka Hutan Kemiri menjadi perkampungan, ditengah mereka sedang membuka hutan datanglah seorang laki-laki memikul gentong yang berisi air.
“Berhenti kisanak!, siapa namamu dan apa yang sedang kau pikul itu?”
“Saya Ki Sagola, yang gentong yang kupikul ini berisi Dawet, aku terbiasa berjualan lewat sini.”
“Dawet itu minuman apa?, coba saya minta dibuatkan, prajurit-prajurit saya ini juga dibuatkan!
“ Kenapa hutan ini kok ditebangi?, kasihan para binatang pada lari ke gunung?”
“Kami sedang membuka hutan ini untuk perkampungan baru, agar kelak dapat menjadi kota raja yang makmur, gemah ripah loh jinawi, sebab derah kami dulu sudah tidak memungkinkan kita tempati akibat perang Saudara”
Raden Kembang Joyo merasa terkesan akan minuman Dawet yang manis dan segar, maka ia bertanya pada Ki Sagola tentang minuman yang baru diminumnya. Ki Sagola menceritakan bahwa minuman ini terbuat dari Pati Aren yang diberi Santan kelapa, gula aren/kelapa.
Mendengar jawaban itu Raden Kembang Joyo terispirasi, kelak kalau pembukaan hutan ini selesai akan diberi nama Kadipaten Pati-Pesantenan. Dalam perkembangannya Kadipaten Pati-Pesantenan menjadi makmur gemah ripah loh jinawi dibawah kepemimpinan Kembang Joyo.
Sumber : Sejarah Hari Jadi Kab. Pati, 1994

Rabu, 13 April 2011

Minhatul Mugist

A. Pembagian Ilmu Hadis
1. Ilmu Hadist Dirayah.
2. Ilmu Hadist Riwayah.
Tiap-tiap dari dua ilmu hadis tersebut memiliki dasar-dasar yank harus di ketahui dan di kuasai, agar orang yang memulai mempelajarinya, benar-benar mengerti. Marilah kita mulai menguraikannya.

B. Pokok-pokok Ilmu Hadis Dirayah
Batasan ilmu hadist dirayah yang lebih dikenal dengan ilmu MUSTHOLAH HADIS adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan untuk mengetahui hal ihwal sanad dan meteri hadis, cara cara penerimaan dan penyampaian hadist, serta sifat-sifat para perawi dan lain-lainya.
Objek ilmu hadis dirayah adalah sanad dan matan, sehubungan dengan kesahihan, hasan dan dhaifnya.
Buah atau faedah ilmu hadis dirayah adalah dapat mengetahui hadis yang sahih.
Penyusun pertama ilmu hadis dirayah ialah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdur Rahman Ar-Rammahurmuz. Beliau memberi judul karya tulisanya itu dengan Al-Muhaddits Al-Fashil.
Nama disiplin ilmu pengetahuan ini adalah ilmu Hadis Dirayah, di sebut juga dengan ilmu Mustholah Hadis.
Pengambilah ilmu hadis dirayah adalah dari hasil penelitian terhadap perilaku dan keadaan para perawi hadis.
Hukum mempelajari ilmu hadis dirayah adalah fardu ain bagi orang yang sendirian dalam mempelajari dan fardu kifayah, apabila jumlah orang yang mempelajarinya banyak.
Perbandingan ilmu hadis dirayah dengan ilmu lainnya, jelas berbeda jauh.
Keunggulan ilmu hadis dirayah jelas. Ia merupakah ilmu pengetahuan yang paling mulia. Sebab, dengan ilmu pengetahuan ini, hadis yang harus di terima dan yang harus di tolak dapat diketahui.
Persoalan ilmu hadis dirayah adalah persoakan yang berkaitan dengan ucapan: Setiap hadis yang sahih itu dapat digunakan sebagai bukti atau dalil.

C. Pokok-pokok Ilmu Hadis Riwayah
Batasan ilmu Hadis Riwayah adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara pengutipan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, pebuatan, ikrar (pengakuan) maupun sifat.
Objek ilmu hadis riwayat adalah pribadi Nabi Muhammad saw, yakni sesuatu yang khusus berkaitan dengan beliau.
Buah atau faedah ilmu hadis riwayat adalah untuk menghindari kesalahan mengutip terhadap hal-hal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
Perintis pertama ilmu hadis riwayah adalah Imam Muhammdad bin Syihab Az-Zuhri, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, atas intruksi beliau sesudah Nabi Muhammad saw, wafat. Nama ilmu tersebut adalah Ilmu Hadis Riwayah.
 Pengambilan ilmu hadis riwayah adalah dari perkataan, perbuatan dan ikrar atau pengakuan-pengakuan Nabi Muhammad saw.
Hukum mempelajari ilmu hadis dirayah adalah fardu ain jika tidak ada orang yang mempelajari dan fardu kifayah, apabila jumlah orang yang mempelajarinya banyak.
Kedudukan ilmu hadis riwayat termasuk ilmu pengetahuan yang paling mulia. Sebab, dengan ilmu pengetahuan ini dapat diketahui cara-cara mengikuti man mematuhi Nabi Muhammad saw.
Persoalan ilmu hadis riwayah itu bersifat juz-iyyah(partial) , seperti ucapanmu: Nabi Muhammad saw. Bersabda:
"Orang Islam (muslim) itu ialah orang yang dapat membuat orang-orang lain merasa tidak pernah terganggu atau disakiti oleh ucapan atau perbuatan."
Sesungguhnya sebagain sabda Nabi saw. Tersebut, yang kamu ucapkan itu menjadi ini kekuatan perkataanmu. Sebagian sabda Nabi saw. Adalah : Orang Islam ialah orang yang bisa menjaga. . . . ."

[diambil dari terjemah Ilmu Mustholah Hadis] 

Senin, 28 Maret 2011

Sejarah atau Asal Usul desa WOTAN

Wotan adalah salah satu desa di kecamatan sukolilo,kabupaten PATI.
Asal usul atau sejarah desa wotan sampai saat ini belum di ketahui tapi ada beberapa pendapat orang, salah satunya dari mbah moden yasno, dia bercerita bahwa asal mula wotan itu di ambil dari kata WOwo atau gendruwo dan seTAN. Konon dulu di desa wotan itu banyak wowo dan setan yang kemudian di beri nama WOTAN. Kemudian dari mbah SARTO di dukuh karanganyar , ia bercerita bahwa di namakan desa wotan karena pada jaman duhulu banyak wot wot (jembatan dari bambu) untuk penyeberangan ke sawah, karena pada zaman dahulu belum da jembatan dari besi-besi dan beton-beton