Rabu, 03 Oktober 2012

SYECH JANGKUNG (SARIDEN)

siapa itu SARIDIN .. .. . ..
CIKAL BAKAL " Lulang
Kebo Landoh "
Saat era Walisongo , di suatu daerah di
pesisir utara pulau Jawa, tepatnya di
daerah Pati , tersebutlah seorang
pemuda desa yang lugu dan
bersahaja , bernama Saridin.
Nama Saridin mungkin tidak begitu
tenar secara nasional , tapi sudah
melegenda secara regional . Region itu
adalah wilayah Demak Kudus Pati
Juwono Rembang, atau yang sering
dilafadzkan sebagai Anak
Wedus Mati Ketiban
Pedang .
Saridin seorang sakti , namun lugunya
tidak ketulungan, sehingga (seakan )
tidak menyadari kesaktiannya .
dia disebut- sebut putra salah seorang
Wali Sanga, yaitu Sunan Muria
dari istri bernama Dewi
Samaran .
Siapa wanita itu dan mengapa
seorang bayi laki- laki bernama Saridin
harus dilarung ke kali ? Konon cerita
tutur tinular itulah yang akhirnya
menjadi pakem dan diangkat dalam
cerita terpopuler grup ketoprak di
Pati , Sri Kencono .
Cerita babad itu menyebutkan , bayi
tersebut memang bukan darah
daging Sang Sunan dengan istrinya
yaitu Dewi Samaran .
Terlepas sejauh mana kebenaran
cerita itu, dalam waktu perjalanan
cukup panjang muncul tokoh
Branjung di Desa Miyono yang
menyelamatkan dan merawat bayi
Saridin hingga beranjak dewasa dan
mengakuinya sebagai saudaranya .
Cerita pun merebak . Ketika masa
mudanya, Saridin memang suka
hidup mblayang ( berpetualang)
sampai bertemu dengan Syeh Malaya
yang dia akui sebagai guru sejati .
Syech Malaya itu tak lain adalah
Sunan Kalijaga. Kembali ke Miyono,
Saridin disebutkan telah menikah
dengan seorang wanita yang hingga
sekarang masyarakat lebih mengenal
sebutan ” Mbokne ( ibunya) Momok”
dan dari hasil perkawinan tersebut
lahir seorang anak laki- laki yang diberi
nama Momok.
Sampai pada suatu ketika antara
Saridin dan Branjung harus bagi waris
atas satu- satunya pohon durian yang
tumbuh dan sedang berbuah lebat.
Bagi waris tersebut menghasilkan
kesepakatan , Saridin berhak
mendapatkan buah durian yang jatuh
pada malam hari, dan Branjung dapat
buah durian yang jatuh pada siang
hari.
Kiasan
Semua itu jika dicermati hanyalah
sebuah kiasan karena cerita tutur
tinular itu pun melebar pada satu
muara tentang ketidak jujuran
Branjung terhadap ibunya Momok.
Sebab , pada suatu malam Saridin
memergoki sosok bayangan seekor
macan sedang makan durian yang
jatuh .
Dengan sigap , sosok bayangan itu
berhasil dilumpuhkan menggunakan
tombak. Akan tetapi, setelah tubuh
binatang buas itu tergolek dalam
keadaan tak bernyawa, berubah
wujud menjadi sosok tubuh
seseorang yang tak lain adalah
Branjung .
Untuk menghindari cerita tutur tinular
agar tidak vulgar, yang disebut pohon
durian satu batang atau duren sauwit
yang menjadi nama salah satu desa di
Kecamatan Kayen, Durensawit,
sebenarnya adalah ibunya Momok,
tetapi oleh Branjung justru dijahili .
Terbunuhnya Branjung membuat
Saridin berurusan dengan penguasa
Kadipaten Pati . Adipati Pati waktu itu
adalah Wasis Joyo Kusumo yang
harus memberlakukan penegakan
hukum dengan keputusan
menghukum Saridin karena
dinyatakan terbukti bersalah telah
membunuh Branjung .
Saat ditanya oleh petugas, Saridin
mengaku tidak membunuh kakaknya ,
melainkan membunuh harimau yang
mencuri duriannya . Meskipun jika
pakaian harimau dibuka, Saridin tau
bahwa itu kakak iparnya.
Kalo secara hukum , Saridin tidak
bersalah , karena membela miliknya,
dan tidak menyadari kalo harimau itu
adalah kakaknya .
Namun demikian,
Saridin tetap harus
dipenjara .
Untuk memasukkan ke penjara bukan
hal mudah , karena Saridin ngotot
tidak bersalah . Akhirnya Adipati
Jayakusuma , pemimpin pengadilan,
menggunakan kalimat lain , bahwa
Saridin tidak dipenjara, melainkan
diberi hadiah sebuah rumah besar,
diberi banyak penjaga, makan
disediakan , mandi diantarkan.
Akhirnya Saridin bersedia .
Sebelum dipenjara , Saridin bertanya
apakah boleh pulang kalo kangen
anak dan istrinya . Petugas menjawab:
" boleh, asal bisa" . Dan terbukti
beberapa kali Saridin bisa pulang,
keluar dari penjara di malam hari dan
kembali lagi esok harinya.
Karena Adipati jengkel, Saridin dikenai
hukuman gantung. Tapi saat
digantung para petugas tidak mampu
menarik talinya karena terlalu berat.
Saridin menawarkan ikut membantu,
dijawab oleh Adipati: "boleh , asal
bisa ". Dan karena ijin itu Saridin lepas
dari talinya, lalu ikut menarik tali
gantungan .
Adipati semakin murka , dan
menyuruh membunuh Saridin saat itu
juga . Sebuah tindakan putus asa
seorang penguasa. Saridin melarikan
diri sampai ke Kudus , yang lalu
berguru pada Sunan Kudus. Di sini
Saridin tidak berhenti menunjukkan
kesaktiannya , malah semakin
menonjol .
Saat disuruh bersyahadat oleh Sunan
Kudus , para santri lain memandang
remeh pada Saridin , apa mungkin
Saridin bisa mengucapkannya dengan
benar .
Tapi yang terjadi sungguh di luar
dugaan semua orang. Saridin justru
lari , memanjat pohon kelapa yang
sangat tinggi , dan tanpa ragu terjun
dari atasnya. Sampai di tanah, dia
tidak apa- apa. Semua pada heran
pada apa yang terjadi.
Sunan Kudus menjelaskan , bahwa
Saridin bukan cuma mengucapkan
syahadat , tapi seluruh dirinya
bersyahadat , menyerahkan seluruh
keselamatan dirinya pada kekuasaan
tertinggi . Kalo sekedar mengucapkan
kalimat syahadat, anak kecil juga bisa.
" ITULAH KEDAHYATAN 2
KALIMAT SYAHADAT "
Namun Saridin masih tetap
dilecehkan oleh para santri. Saat ada
kegiatan mengisi bak air untuk wudlu,
Saridin bukannya diberi ember , malah
diberi keranjang. Tapi dengan
keranjang itu pula Saridin bisa mengisi
penuh bak air.
Saat Saridin mengatakan bahwa
semua air ada ikannya, tidak ada yang
percaya . Akhirnya dibuktikan , mulai
dari comberan, air kendi sampai air
kelapa , ketika semua ditunjukkan di
depan Saridin , semua ada ikannya.
Karena kesombongannya itu
akhirnya Saridin diusir keluar
dari Kudus.
Sunan Kudus pun meminta Saridin
meninggalkan perguruan Kudus dan
tak boleh lagi menginjakkan kaki di
bumi Kudus. Vonis itu membuat
Saridin kembali berulah. Dia unjuk
kebolehan .
Tak tanggung-tanggung, dia masuk ke
lubang WC dan berdiam diri di atas
tumpukan tinja . Pagi- pagi ketika ada
seorang wanita di lingkungan
perguruan buang hajat , Saridin
berulah . Dia memainkan bunga kantil ,
yang dia bawa masuk ke lubang WC ,
ke bagian paling pribadi wanita itu.
Karena terkejut, perempuan itu
menjerit . Jeritan itu hingga
menggegerkan perguruan. Setelah
sumber permasalahan dicari , ternyata
itu ulah Saridin . Begitu keluar dari
lubang WC , dia dikeroyok para santri
yang tak menyukainya. Dia berupaya
menyelamatkan diri . Namun para
santri menguber ke mana pun dia
bersembunyi.
Singkat cerita , Saridin yang ternyata
murid dari Sunan Kalijaga ini bertemu
lagi dengan gurunya. Saridin
diperintahkan untuk bertapa di lautan ,
dengan hanya dibekali 2 buah kelapa
sebagai pelampung. Tidak boleh
makan kalo tidak ada makanan yang
datang , dan tidak boleh minum kalo
tidak ada air yang turun.
makam Syeh Jangkung yang saat ini
masih dikunjungi para peziarah
Pada akhirnya , Saridin dikenal sebagai
Syeh Jangkung, yang tinggal di desa
Landoh, Kajen Pati .
Ada yang pernah dengar tentang
" Lulang Kebo Landoh" .... ..dari sini
cerita itu muncul.
Dalam cerita tutur - tinular disebutkan ,
setelah berhari -hari bertapa di laut
dan hanyut terbawa ombak akhirnya
dia terdampar di Palembang. Cerita
tidak berhenti di situ . Karena , dalam
petualangan berikutnya , Saridin
disebut- sebut sampai ke Timur
Tengah.
Lulang Kebo Landoh
Tak Tembus Senjata
ATAS jasanya menumpas agul -agul
siluman Alas Roban , Saridin
mendapat hadiah dari penguasa
Mataram , Sultan Agung, untuk
mempersunting kakak
perempuannya , Retno Jinoli.
Akan tetapi, wanita itu menyandang
derita sebagai bahu lawean .
Maksudnya, lelaki yang menjadikannya
sebagai istri setelah berhubungan
badan pasti meninggal .
Dia harus berhadapan dengan
siluman ular Alas Roban yang
merasuk ke dalam diri Retno Jinoli .
Wanita trah Keraton Mataram itu
resmi menjadi istri sah Saridin dan
diboyong ke Miyono berkumpul
dengan ibunya, Momok.
Saridin membuka perguruan di
Miyono yang dalam waktu relatif
singkat tersebar luas sampai di Kudus
dan sekitarnya. Kendati demikian ,
Saridin bersama anak lelakinya ,
Momok, beserta murid -muridnya,
tetap bercocok tanam.
Sebagai tenaga bantu untuk
membajak sawah , Momok minta
dibelikan seekor kerbau milik seorang
warga Dukuh Landoh. Meski kerbau
itu boleh dibilang tidak lagi muda
umurnya , tenaganya sangat
diperlukan sehingga hampir tak
pernah berhenti dipekerjakan di
sawah .
Mungkin karena terlalu diforsir
tenaganya , suatu hari kerbau itu jatuh
tersungkur dan orang- orang yang
melihatnya menganggap hewan
piaraan itu sudah mati . Namun saat
dirawat Saridin, kerbau itu bugar
kembali seperti sedia kala.
Membagi Ruh dan Kesaktian
kedalam Ruh dan Nyawa
kerbau dari desa Landoh .
Dalam peristiwa tersebut , masalah
bangkit dan tegarnya kembali kerbau
Landoh yang sudah mati itu konon
karena Saridin telah memberikan
sebagian umurnya kepada binatang
tersebut . Dengan demikian , bila suatu
saat Saridin yang bergelar Syeh
Jangkung meninggal, kerbau itu juga
mati .
Hingga usia Saridin uzur , kerbau itu
masih tetap kuat untuk membajak di
sawah . Ketika Syeh Jangkung dipanggil
menghadap Yang Kuasa , kerbau
tersebut harus disembelih . Yang
aneh , meski sudah dapat dirobohkan
dan pisau tajam digunakan
menggorok lehernya , ternyata tidak
mempan .
Bahkan, kerbau itu bisa kembali
berdiri . Kejadian aneh itu membuat
Momok memberikan senjata
peninggalan Branjung . Dengan
senjata itu, leher kerbau itu bisa
dipotong , kemudian dagingnya
diberikan kepada para pelayat .
Kebiasan membagi-bagi daging
kerbau kepada para pelayat untuk
daerah Pati selatan , termasuk Kayen,
dan sekitarnya hingga 1970 memang
masih terjadi. Lama -kelamaan
kebiasaan keluarga orang yang
meninggal dengan menyembelih
kerbau hilang .
Kembali ke kerbau Landoh yang telah
disembelih saat Syeh Jangkung
meninggal . Lulang (kulit) binatang itu
dibagi -bagikan pula kepada warga.
Entah siapa yang mulai meyakini , kulit
kerbau itu tidak dimasak tapi disimpan
sebagai piandel.
Barangsiapa memiliki lulang kerbau
Landoh, konon orang tersebut tidak
mempan dibacok senjata tajam. Jika
kulit kerbau itu masih lengkap dengan
bulunya . Keyakinan itu barangkali
timbul bermula ketika kerbau Landoh
disembelih , ternyata tidak bisa putus
lehernya
Lulang ( kulit) kerbau tersebut diyakini
memiliki kekuatan magis . Barang
siapa membawanya, maka tidak akan
mempan senjata . Sampai saat ini para
kolektor benda antik masih banyak
yang memburu kulit ini, yang
bernama Lulang Kebo
Landoh .
Terlepas dari kisah mistis yang terjadi,
satu hal yang dapat aku tarik dari
kisah Saridin , keluguan justru
menghasilkan pandangan yang tulus
dan murni. Tidak seperti Adipati
Jayakusuma dan Sunan Kudus , yang
setiap keputusannya dibarengi
dengan banyak kepentingan .

part 1
part 2

part 3

part 4

part 5

part 6

part 7

part 8

part 9

part 10

part 11

part 12

part 13


part 14

part 15

part 16

part 17

part 18

part 19

part 20

part 21

part 22

part 23

part 24

part 25

part 26

part 27

part 28

part 29







BERDIRINYA DESA SUKOLILO PATI

ASAL MULANE DESA SUKOLILO
Jeneng desa Sukolilo kecamatan
Sukolilo Kabupaten Pati, ana
gegayutane karo legenda Ki Ageng
Giring lan Ki Ageng Pemanahan.
Ceritane nalika kuwi Ki Ageng
Pemanahan lagi goleki kakang
seperguruane yaiku Ki Ageng Giring
sing manggon ana ing Dukuh
Garengan Wonokusuma. Nanging
dina iku Ki Ageng Pemanahan kurang
beja, merga Ki Ageng Pemanahan ora
langsung ketemu karo Ki Ageng Giring
ning omahe merga nembe wae macul
ning tegalan. Nalika kuwi Ki Ageng
Pemanahan ditemoni karo Nyai Ageng
Giring.
Nyai Ageng Giring gumun merga wis
suwe ora pethuk karo Ki Ageng
Pemanahan, dhewekke sok-sok ora
percaya, kok kadingaren Ki Ageng
Pemanahan dolan nyang omahe.
Ki Ageng Pemanahan uwis suwe ra
ketemu, merga kuwi dhewekke ora
bakal bali yen durung pethuk karo
kakang seperguruane.
Ndilalah dina kuwi Nyai Ageng ora
duwe opo-opo kanggo sugatan,
dhewekke kelingan yen isih duweni
degan siji ning pawone, degan mau
banjur dijipuk lan diwenehna Ki Ageng
Pemanahan, merga saking ngelakke Ki
Ageng gelem nrima degan mau
banjur diombe.
Let sedela Ki Ageng teka saka tegalan,
raine katon abang mbranang merga
ngerti yen degane diombe adhi
seperguruane. Dhewekke nesu
marang Nyai Ageng. Nyai Ageng
banjur sujud njaluk ngapura merga
klalen apa sing wis dipesenke Ki Ageng
Giring yen degan kuwi mau ora oleh
diombe sapa-sapa.
Ki Ageng pemanahan golek akal piye
bisane amarah Ki Ageng Giring suda
merga perkara degan sing wis
kebanjur diombe. Ki Ageng Pemanhan
krasa salah banget lan njaluk ngapura
karo Ki Ageng Giring merga wis wani-
wani ngombe degan mau.
Sawise amarahe Ki Ageng suda, Ki
Ageng Paemanahan pamitan arep bali
lan nalika kuwi dhewekke diterke Ki
Ageng Giring nganti tekan Talang
Tumenggung merga Ki Ageng Giring
mung bisa ngaterke mnganti tekan
kono.
Sedurunge pisah karo kakang
seperguruane Ki Ageng Pemanahan
njaluk ngapura yen ana tingkahe sing
bisa gawe lara ati Ki Ageng Giring,
kabeh lelakon sing wis kebanjur
kedaden magepokan karo degan sing
wis diombe banyune, dhewekke ya
ora ngerti, sak “sukolilone ” Ki Ageng
Giring dhewekke njaluk ngapura
marang Ki Ageng Giring.
Lokasi Talang Tumenggung kuwi dadi
saksi pangucape Ki Ageng Giring lan Ki
Ageng Pemanahan saenggo tembung
sukolilo pungkasane dadi jeneng
kademangan Sukolilo, lan saya suwe
merga anane perkembangan, jeneng
Kademangan diganti dadi
Pemerintahan desa sing diwenehi
jeneng desa Sukolilo nganti seprene.